06 October 2012

Obyek Wisata Guci, Kabupaten Tegal



Guci, tempat yang wajib Anda kunjungi untuk melepas lelah setelah beraktifitas. Suasananya masih asri dan udaranya sangat sejuk. Lokasi Obyek Wisata Guci adalah sekitar 30 km dari Slawi atau 40 km dari Kota Tegal menuju ke selatan. Guci berada di Desa Guci, Kecamatan Bumijawa yaitu kecamatan paling selatan di Kabupaten Tegal yang berada tepat di bawah kaki gunung Slamet(3.428 M).
Untuk menuju ke OW (Obyek Wisata) Guci kita akan melewati perbukitan dan jalan yang cukup terjal. Kami sarankan apabila Anda belum mahir berkendara untuk hati-hati. Karena banyak tikungan, tanjakan dan turunan yang curam. Pastikan kendaraan Anda juga dalam keadaan fit. Terlebih ketika musim libur panjang, bisa dipastikan macet.

Sejarah
Pada zaman dulu sekitar tahun 1767 tersebutlah seorang bangsawan dari Keraton Demak Bintoro, bernama Raden Aryo Wiryo yang merasa jenuh dengan keadaan, kehidupan keraton yang seringkali terjadi konflik perang saudara dan persaingan perebutan tahta di antara sesama saudara dalam lingkup keraton. Keadaan itu membuat Raden Aryo Wiryo merasa jenuh dan berniat meninggalkan keraton.
Akhirnya beliau berangkat meninggalkan keraton dengan mengajak istrinya yang kemudian dikenal dengan Nyai Tumbu, selang beberapa tahun kemudian beliau sempat mengabdi di Keraton Mataram pada zaman kejayaan Sultan Agung Hanyorokusumo kemudian beliau sempat pula ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke Cirebon pada masa itu.
Kemudian beliau kembali mengembara hingga sampai di lereng Gunung Slamet sebelah utara dan beliau menetap di daerah tersebut . Beliau orang pertama yang membuka lahan perkampungan di tempat itu sampai banyak orang berdatangan ke daerah itu untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo dan akhirnya menetap di daerah tersebut. Oleh karenanya Raden Aryo Wiryo memeberi nama tempat itu “ Kampung Keputihan “, (daerah yang masih asli tak terjamah peradaban agama selain Islam).
Suatu saat datanglah pengembara dari Pesantren Gunungjati yang merupakan santri Syech Syarif Hidayatulloh. Sunan Gunungjati bernama Kyai Elang Sutajaya bermaksud menyebarkan agamaIslam dan kemudian Raden Aryo Wiryo dan pengikutnya berkenan mendalami ajaran agama islam untuk lebih memantapkan keimanan para pengikutnya.
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah pageblug seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal – gatal (gudigen, bahasa setempat)sehingga Kyai Elang Sutajaya mengajak Raden Aryo Wiryo dan warganya untuk berdoa kepada Alllah SWT dengan ritual yang sekarang dikenal sebagai ruwat bumi dengan menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan sayur mayur yang akan disedekahkan kepada fakir miskin. Acara ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bulan Mukharom dan turun temurun sampai sekarang.
Pada saat berdoa dengan tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu, Kanjeng Sunan Gunungjati berkenan hadir secara ghoib dan memeberikan sebuah guci sakti yang sudah diisi dengan do’a Kanjeng Sunan agar supaya penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok – pojok Kampung Keputihan agar dipercikkan air guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam. Sehingga pada saat Radenn Aryo Wiryo berkeliling bersama Kyai Elang Sutajaya beliau menemukan sumber mata air panas dibawah sebuah Gua yang sekarang terkenal dengan nama Pancuran 13.
Adapun guci sakti tersebut ditempatkan di sebuah dukuh tempat Raden Aryo Wiryo biasa semedi, daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama Telaga Ada di Dukuh Engang Desa Guci, sehingga karena kekeramatan guci tersebut maka Kampung Keputihan dapat pulih kembali, bebas dari pageblug. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka Kampung Keputihan diubah namanya menajadi Desa Guci. Adapun guci sakti tersebut sekarang ada di Museum Nasional karena pada zaman Adipati Cokroningrat dari Brebes memindahkannya dari Desa Guci ke pendopo Kadipaten Brebes yang kala itu Desa Guci adalah bagian dari Kabupaten Brebes.
Untuk lebih membaur dengan warga, Raden Aryo Wiryo menggunakan nama samaran yaitu Kyai Ageng Klitik atau untuk lebih akrab dengan sebutan Kyai Klitik. Selain itu penyamaran tersebut juga mengandung maksud lain, sebab keturunan darah biru atau bangsawan dari keraton banyak yang diburu penjajah Belanda . Sampai sekarang tidak diketahui maksud dan asal muasal makna yang sesungguhnya, beliau juga menemukan tuk atau mata air panas lain yang sekarang terkenal dengan Pemandian Kasepuhan dan Pemandian Pengasihan yang berkasiat untuk sababiyah berbagai penyakit kulit dan tulang dan sarana mengabulkan khajat tertentu bagi yang meyakininya. Konon kabarnya Pemandian tersebut adalah tempat untuk penjamasan atau memandikan keris Kyai Klitik agar pamornya menjadi sepuh sehingga tempat itu dinamakan Kasepuhan dan tempat untuk memandikan pusaka – pusaka lain yang berpamor welas asih, sehingga tempat tersebut dinamakan Pengasihan. Tempat tersebut sekarang dipergunakan untuk pemandian umum yang didatangi pengunjung dari berbagai tempat.
Setelah Desa Guci semakin ramai maka datanglah seorang pengembara bernama Mbah Segeong dan bertapa di dalam Gua, yang sekarang terkenal dengan Gua Segeong terletak di sebelah selatan Pos I Retribusi sekitar 350 m jaraknya. Pada saat Kyai Elang Sutajaya mensyiarkan agama islam beliau sering melakukan semedi di atas sebuah bukit. Di sekitar tempat itu banyak terdapat hewan badak ( warak, dalam bahasa jawa ), maka Kyai Elang Sutajaya menyebutnya dengan Kandang Warak yang sekarang nama tersebut digunakan sebagai nama sebuah dukuh di sebelah timur Desa Guci yaitu Dukuh Pekandangan.
Data ini bersumber dari Babad Tanah Jawa dan penuturan leluhur dari keturunan Raden Patah.
Lokasi

Terletak dalam kawasan wisata Air Panas Guci, tepatnya di Desa Guci, Kecamatan Bumi Jawa, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah.

Peta dan Koordinat GPS: 7° 11' 58.28" S  109° 9' 52.51" E  

Aksesbilitas

Berjarak  ± 30 km dari kota Slawi atau sekitar 40 km dari kota Tegal ke arah selatan dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam berkendara.  Untuk menuju kesana dapat menggunakan kendaraan pribadi atau umum.  Jika dari kota Tegal ambil jurusan ke selatan menuju Purwokerto, setelah melewati kota Slawi akan tiba di daerah Kecamatan Lebaksiu.  Di kecamatan ini akan ditemui pertigaan (terdapat penunjuk jalan ke arah Guci) bernama Yomani (Yamansari-Lebaksiu).  Ambil belokan ke kiri ke arah Guci.  Dan akhirnya setelah kurang lebih 25 km dari pertigaan tersebut, terlebih dahulu melewati kecamatan Bumi Jawa dan Desa Tuwel, akan tiba di Guci.  Umumnya kondisi jalan menuju ke sana sudah beraspal baik dengan kontur jalan naik turun dan berbelok-belok.

Dapat juga ditempuh dari kota Pemalang dengan mengambil rutel ke arah jurusan ke arah Purbalingga. Setelah sampai di pertigaan Moga, ambil belokan ke kanan ke arah Guci.  Sayangnya dari kota ini tidak terdapat angkutan umum menuju kesana.

Bagi yang menggunakan kendaraan umum dari Slawi naik mini bus jurusan Bumi Jawa dengan ongkos Rp 5000.  Setelah sekitar 30 menit perjalanan turun di Desa Tuwel.  Dari desa tersebut dilanjutkan dengan naik kendaraan bak terbuka menuju Guci. Waktu yang dibutuhkan sekitar 20 menit dengan ongkos Rp 5000.


Tiket Masuk


Harga tiket masuk adalah Rp, 5000,- per orang untuk dewasa 
  

Fasilitas dan Akomodasi

Fasilitas yang tersedia antara lain:
A. Pemandian Air Panas:
  • pancuran 13
  • pancuran 7
  • pancuran 5
  • kolam renang (duta wisata, barokah, mega indah)
  • pemandian tertutup (20 kamar)

B. Wisata Alam:
  • outbond
  • wanawisata
  • air terjun
  • pendakian bukit perkasa
  • pendakian gunung slamet
  • kuda wisata
  • air terjun
  • bumi perkemahan
  • kebun strawberry
  • mata air (tuk)
C. Lain-lain:

  • hotel
  • pondok wisata
  • villa
  • kios souvenir
  • pasar (sentra oleh-oleh)
  • tempat pakir luas
  • masjid, mushola, WC umum
  • lapangan tennis
  • lapangan sepak bola  


Galeri